Jakarta, CNN Indonesia -- Twitter mengklaim pemberian label misinformasi dan hoaks pada sejumlah cuitan Presiden AS Donald Trump berdampak pada pengurangan penyebaran kabar bohong di platformnya.
Jaringan media sosial tersebut menyatakan, akun resmi Trump mengalami penurunan 29 persen dalam 'quote tweets' di cuitan-cuitan yang diberi label misinformasi dan hoaks, "Official sources stated that is false and misleading."
Dalam 24 hari sejak Pemilu AS, Twitter telah memberikan label peringatan informasi palsu kepada 200 cuitan dan postingan Presiden Donald Trump, termasuk yang di-retweet. Angka tersebut diperkirakan terus bertambah.
Seperti dilansir Variety, sekitar 30 persen postingan Trump di Twitter ditandai Twitter sebagai informasi palsu sejak keseluruhan pemberian serta penghitungan suara ditutup pada 3 November.
Beberapa peringatan yang diberikan Twitter terhadap cuitan Trump berbunyi, "Berbagai sumber menyebut pemilihan ini berbeda, Klaim tentang kecurangan pemilu ini diperdebatkan, atau Pelajari cara memberi suara lewat pengiriman surat yang aman dan terjamin."
Demi mencegah penyebarluasan informasi palsu, Twitter juga telah menambahkan pertanyaan di saat pengguna hendak menyukai (like) cuitan yang diberi label peringatan.
Pengguna akan ditanya apakah mereka benar-benar akan menyukai cuitan yang berpotensi sebagai kabar bohong tersebut.
Status Trump sebagai penyebar informasi palsu saat Pemilu akan berubah pada 2021. Twitter pada Jumat (20/11) mengatakan pihaknya akan menyerahkan kendali atas akun @POTUS (President of The United States) kepada presiden AS terpilih Joe Biden pada Hari Pelantikan, Januari mendatang.
Akun @POTUS adalah akun resmi Presiden AS dan terpisah dari akun pribadi Presiden Donald Trump, @realDonaldTrump yang sering digunakan oleh Trump.
Tak hanya itu, Twitter juga akan mencabut hak istimewa Donald Trump setelah resmi lengser dari posisinya.
Twitter mengonfirmasi bahwa akun @realDonaldTrump akan tunduk pada aturan yang sama seperti pengguna lainnya, termasuk dilarang menghasut kekerasan dan mengunggah informasi palsu tentang pemungutan suara atau pandemi virus corona.
Twitter biasanya mengambil tindakan terhadap akun yang melanggar kebijakan dan pedoman mereka. Tetapi dalam kasus yang menyangkut para pemimpin dunia, hal itu tidak berlaku sama.