Jakarta, CNN Indonesia -- Cairan eco enzyme mulai digunakan sebagai cara untuk membersihkan sungai di Indonesia dari limbah rumah tangga hingga industri. Eco enzyme dipercaya mampu mengurai limbah yang berdampak buruk bagi kelestarian hidup di sungai.
Eco enzyme atau yang dikenal dengan enzim sampah diklaim merupakan cairan serbaguna yang dihasilkan dari hasil fermentasi sampah organik.
Melansir Zero Waste Indonesia (ZWID), komunitas berbasis online pertama di Indonesia yang mengajak masyarakat Indonesia untuk menjalani gaya hidup nol sampah menyampaikan eco enzyme pertama kali diperkenalkan oleh Rosukon Poompanvong yang merupakan pendiri Asosiasi Pertanian Organik Thailand.
Gagasan Poompanvong adalah mengolah enzim dari sampah organik yang biasanya dibuang ke dalam tong sampah sebagai pembersih organik.
Singkatnya, eco enzyme adalah hasil dari fermentasi limbah dapur organik seperti ampas buah dan sayuran, gula (gula coklat, gula merah, atau gula tebu), dan air. Warnanya coklat gelap dan memiliki aroma fermentasi asam manis yang kuat.
Eco Enzyme diklaim mampu melepaskan gas ozon (03) yang dapat mengurangi karbondioksida (CO2) di atmosfer yang membendung panas di awan. Sehingga, cairan itu akan mengurangi efek rumah kaca dan pemanasan global.
Eco enzym juga mengubah amonia menjadi nitrat (NO3), hormon alami dan nutrisi untuk tanaman. Selain itu, cairan itu dapat mengubah CO2 menjadi karbonat (CO3) yang bermanfaat bagi tanaman laut dan kehidupan laut.
Kelebihan lain yang dihasilkan dari eco enzyme adalah membantu siklus alam seperti memudahkan pertumbuhan tanaman (sebagai fertilizer), mengobati tanah, dan juga membersihkan air yang tercemar.
Karena natural dan bebas dari bahan kimia, eco enzyme mudah terurai, serta tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Melansir waste4change, eco enzyme memiliki sifat disinfektan karena mengandung alkohol dan atau asam asetat. Alkohol dan atau asam asetat diproduksi oleh proses metabolisme bakteri yang secara alami terdapat pada sisa buah atau sayuran.
Mengubah sampah organik menjadi eco enzyme penting dilakukan untuk mengurangi jumlah sampah organik yang menumpuk di TPA. Sebuah studi oleh Sustainable Waste Indonesia menemukan bahwa sebanyak 60 persen dari total sampah yang diproduksi di Indonesia merupakan sampah organik.
Namun, dari total sampah yang dihasilkan (organik dan non-organik), hanya 7,5 persen yang diolah. Sisanya ditumpuk, dibakar, diabaikan, dan sebanyak 69 persen diangkut ke TPA.
Selama proses fermentasi, enzim mikroorganisme aktif mengolah sumber energi. Hasil penelitian menemukan bahwa eco enzyme mengandung aktivitas amylase, protease, dan lipase yang dapat dimanfaatkan untuk mengolah limbah susu yang mengandung karbohidrat, protein, dan lemak untuk diuraikan oleh enzim tersebut.
Cara membuat Eco Enzyme
Cara membuat eco enzyme sangat sederhana. Anda hanya cukup memanfaatkan limbah sayuran atau buah, gula merah, air, dan wadah kedap udara.
Setelah bahan itu tersedia, masukan limbah sayuran atau buah, gula merah, dan air ke dalam wadah kedap udara. Perbandingannya 10 untuk air, 3 untuk limbah buah / sayuran, 1 untuk gula merah.
Setelah dicampurkan, aduk bahan tersebut. Pilih wadah kedap udara berbahan plastik seperti botol minuman atau ember bekas cat agar wadah tidak meledak saat gas menumpuk.
Setelah pengadukan selesai, tutup wadah hingga kedap udara dan biarkan selama 3 bulan di tempat terlindung. Selama tahap awal fermentasi, Anda diminta membuka wadah setiap seminggu sekali untuk melepaskan gas yang terperangkap dan mencegah wadah meledak.
Setelah 3 bulan, eco enzyme yang berhasil akan memiliki warna coklat tua dengan bau cuka. Jika cairan berwarna hitam, tambahkan lebih banyak gula untuk melanjutkan proses fermentasi. Abaikan saja jika ada cacing dan serangga karena akan terurai melalui proses tersebut.
Saring cairan dari sisa limbah organik dan simpan di wadah apapun untuk digunakan. Sedangkan residu sampah organik dapat digunakan sebagai pupuk.
Sebagai catatan, pastikan Anda hanya menggunakan potongan buah dan sayuran mentah untuk diproses dalam menghasilkan eco enzyme. Sebab, fermentasi yang menghasilkan alkohol dan asam asetat dengan sifat disinfektan hanya berlaku untuk bahan nabati karena kandungan karbohidrat (gula) di dalamnya.
Proses penguraian dan fermentasi daging diketahui berbeda dengan tumbuhan. Daging dapat membusuk dengan cepat dan melepaskan patogen pada suhu yang tidak diatur.